Pendidikan Hukum ; Reorientasi pemahaman hukum substansial

Rabu, 04 Mei 2011

Pendidikan Mahal, Pencetak Buruh

Pendidikan Mahal Pencetak Buruh 
 
Pendidikan seyogyanya memerdekakan, pendidikan adalah untuk semua, adil, merata dan anti diskriminasi (Ki Hajar Dewantara)

Senin 2 mei 2011

Tepat kita memperingati hari pendidikan nasional, namun ternyata banyaknya masalah yang dihadapi bangsa ini semakin menjadi benang kusut yang sulit terurai. Semangat Ki Hajar Dewantara yang kita agung-agungkan seakan luntur menjadi semangat tempe yang lemah dan lembek untuk memajukan sektor pendidikan di negeri ini. Pemerintah kita hanya mengadopsi konsep-konsep impor yang multi kepentingan dari skenario global negara-negara barat.

”Pendidikan bermutu itu mahal”. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Ini sangat beretentangan dengan UUD 1945 dalam pembukaan alinea IV yang menjelaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsanya, bukan menjadikan pendidikan sebagai komoditi baru demi kepentingan penguasa.

Kapitalisasi pendidikan

Melalui kebijakan “membadan usahakan dunia pendidikan”, pendidikan dihadapkan pada biaya yang sangat mahal. Kebijakan yang mulai diterapkan di berbagai institusi pendidikan menghendaki adanya kebabasan bagi sekolah untuk menjalankan managemennya secara pribadi, sekolah bebas mematok harga sebesar yang mereka inginkan, karena memberikan kekuasaan yang penuh kepada institusi pendidikan tersebut. Masyarakat miskinlah yang lagi-lagi menjadi korban dan hanya bisa bermimpi untuk mengenyam pendidikan yang tinggi. 
 
Pendidikan untuk mencetak buruh

Ironisnya, pendidikan yang berjalan dinegeri ini mulai mengarahkan siswanya menjadi pekerja dan bermental menghamba. Seperti maraknya pendidikan-pendidikan profesi (SMK) sekarang ini. Bangsa kita hendak dicetak sebagai bangsa kelas bawah dan pelayan bagi bangsa-bangsa lain. Hal ini jelas merupakan konsep-konsep impor dari barat untuk tetap menegakkan dominasinya terhadap negeri ini melalui pendidikanya, karena pendidikan menjadi aspek penting pembangunan moral bangsa. 

Inilah potret suram pendidikan di indonesia, maraknya penyimpangan yang terjadi telah menciderai akan tujuan pendidikan yang sebenarnya, yaitu untuk menjadikan bangsa indonesia menjadi cerdas dan bernartabat. Semoga bisa lebih baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar